SAAT bagian ini ditulis, selain persoalan kerisauan penulis tentang semangat dan tekad membangun Ibu Kota Negara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, masih ada dua peristiwa yang tengah menjadi bahan perbincangan dan perdebatan di ranah publik.
Pertama, Mahkamah Agung (MA) pada Rabu, 29 Mei 2024 memutus perkara Nomor 23 P/HUM/2024, soal perubahan batas usia calon kepala daerah. Putusan tersebut menjadi polemik lantaran dinilai bertujuan meloloskan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep agar bisa ikut Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) 2024 yang dijadwalkan digelar pada 27 November 2024.
Kedua, Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang berlokasi di Surabaya lumpuh akibat serangan virus “ransomware” setelah bobol diretas. Hacker berhasil melumpuhkan dan mengunci data yang ada di dalam PDNS. Akibatnya sebagian besar data di pusat data yang sistem teknologi informasi dari 282 institusi pemerintah pusat dan daerah pun terkunci dan tidak dapat diakses. Tak lama kemudian, setelah isu tuntutan pembayaran untuk membuka akses sebesar US$8 juta beredar, perlahan PDN pulih. Isunya, tuntutan peretas dipenuhi. Berbagai kalangan sinis.
Pemerintah dipandang tunduk atas kehendak peretas dengan membayar permintaan peretas. Lalu muncul, dari mata anggaran mana pemerintah membayarnya? Bukankah pembayaran itu tidak dialokasikan APBN?
Non Fiksi
Prahara Bangsa
Judul: Prahara Bangsa
Penulis: Ichsanuddin Noorsy
Editor: Haryo Prasetyo
Tebal buku: viii + 417 halaman
Ukuran: 15 x 23 cm
Stok habis
Anda harus login untuk mengirimkan ulasan.
Ulasan
Belum ada ulasan.